Simpul-Simpul Renungan Hidup

  • Seperti benih padi yang dibuang ke tanah kotor oleh sang petani. Ia kedinginan, kepanasan, tubuhnya rusak hingga banyak serat akar lain yang tumbuh pada tubuh si padi. Kita tidak akan merasa mau jika seperti padi yang terbuang itu. Kita akan tetap bertahan di tempat yang nyaman walau lingkup yang kecil. Kitapun tidak bersedia pindah bila sudah merasa aman dan nyaman. Sebuah contoh sederhana, kita terbiasa menjadi karyawan. Meskipun gajinya minim, tetapi pasti ada penghasilan setiap bulannya. Namun, saat ada yg menawarkan untuk menjadi mitra usaha dengan syarat harus keluar dari pekerjaan, kita bergerak mundur. Kita takut menanggung resikonya. Berbagai pertanyaan berkecamuk di kepala. "Bagaimana bila tidak ada yang membeli?", "Bagaimana bila bangkrut?", "Belum tentu setiap bulan ada pemasukan!", "Saya tidak punya modal yang cukup." Dan seterusnya.

    Terkadang kita "dipaksa" keluar dari zona kenyamanan untuk mendapatkan sesuatu yg lebih baik.        Seorang bayi "dipaksa" keluar dari rahim sang ibunya yg nyaman agar bisa bertumbuh dan menjadi dewasa. Begitu juga dengan kita, berani menghadapi perubahan demi hidup yang lebih baik.


  • Banyak diantara kita yg masih melihat kekurangan orang lain lebih besar daripada kebaikannya. Bahkan kita melakukan hal yg sama kepada orang yg kita kasihi, orang yg paling dekat dengan kita.

    Berapa kali kita mengoreksi kesalahan pasangan, menganggapnya tidak sebaik kita, mengkritik apa yg diucakannya, dan sebagainya. Kita tidak sadar telah menilai pasangan hanya dari kekurangannya saja. Ketika ia lupa memberi perhatian karena kesibukannya, kita menganggapnya egois. Kita sendiri lupa, ia bekerja keras adalah untuk kita juga, untuk menghidupi keluarga, untuk menjaga dan membawa keharmonisan hubungan kedepan dengan lebih matang. Perhatian sebenarnya tetap diberikan, hanya saja dalam bentuk yg berbeda dan waktu serta kondisi yang berbeda pula.

    Mari kita belajar mengoreksi diri sendiri, sebelum menyalahkan orang lain. Jangan hanya melihat sisi buruk dari suatu masalah, tetapi perlu juga untuk melihat sisi baiknya. Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui....??

  • Memang, selalu saja ada pilihan dalam hidup. Selalu saja ada lakon-lakon yg harus kita jalani. Namun seringkali kita berada dalam kepesimisan, kengerian, keraguan, kemalasan, kebimbangan yg kita ciptakan sendiri. Kita kerap terbuai dengan alasan tak mau melangkah, tak mau menatap hidup, takut menerima berbagai terpaan hidup. Janganlah bersikap seperti itu, karena hidup itu untuk dihadapi maka hadapilah dengan gagah. Dan karena hidup adalah pilihan, maka memilihlah dengan penuh bijak.....

  • Sebagian orang memegang begitu erat apa yang mereka "ANGGAP" sebagai kebenaran. Ketika "kebenaran: betul-betul datang, belum tentu mereka membuka pintu hati mereka.

    Tanpa kita sadari, kita juga sering terperangkap untuk memegang teguh apa yang kita anggap benar. Itulah mengapa ada orang yang begitu "ngotot" mempertahankan pendaptnya dan mengabaikan masukan orang lain. Ketika sudah memasuki dalam lingkaran diskusi, maka segala macam perdebatan, ancaman, pertolonganpun ada disana. Mereka berkecamuk demi mendaptkan eksistensi diri terbaik dihadapan lawan dan kawan. Ya itulah, persaingan, mengharusnya kita untuk bergulat lebih keras dan keras. Namun kesemuanya itu akan lebih bisa seimbang, jikalau hati, pikiran dan perilaku seimbang demi terciptanya keselarasan yang mendekati sebuah kesempurnaan bersosialisasi.

  • Memang benar, harapn adalah kekuatan kita untuk bertahan. Berapa banyak orang yang mengalami depresi karena kehilangan harapan...?? Harapan yang kandas bahkan dapat merenggut nyawa dengan mudah. Hanya karena cinta yang bertepuk sebelah tangan, seorang anak muda nekat mengakhiri hidupnya. Sungguh ironis.

    Sementara itu, seorang bapak yang telah kehilangan segala-galanya; harta benda, bahkan keluarga yang dicintai akibat bencana tsunami, begitu tegar menggantungkan sebuah harapan. Dengan sisa harta yang ada, dibukanya warung tenda makan mungil. Hari demi hari ia merajut harapan baru.

    Sama halnya dengan cerita singkat dengan seorang ibu yang kehilangan warung beserta seisinya. Satu-satunya gantungan hidup telah hilang sekejap karena banjir bandang yg menyantronginya di kawasan daerah. Dengan bermodal tekat, ia buka kembali warungnya.

    Alhasil harapanlah yang membuat mereka dan kesemuanya itu menjadi lebih dan bertambah kuat.





0 Responses