Marginalisasi sebuah bentuk Eksploitasi Wanita

Pada dasarnya  pengertian kodrat wanita dari segi Islami yaitu Allah Swt. telah memberi kedudukan mulia bagi wanita dengan menetapkan mereka menjadi seorang ibu dan pengatur rumah tangga. Itulah posisi terbaik bagi wanita, karena Tuhan/ Allah  Swt adalah Pencipta segenap makhluk sangat mengetahui apa yang terbaik bagi mereka.

Dan sudah jelas, Karena kewajiban utamanya menjadi ibu dan pengatur rumah tangga, maka Islam memberi hak bagi wanita untuk mendapatkan nafkah dari suaminya. Mereka tinggal di dalam rumah, tetapi mendapat pemenuhan kebutuhan hidupnya secara makruf (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 223).

Substansi wajah wanita dari segala aspek juga mendapat posisi yang tidak buruk dibandingkan dengan lawan jenisnya, yaitu laki-laki. Perempuan memang harus totalitas memberikan kontribusi dalam tatanan sosial khususnya. Namun jangan memandang realitas itu adalah sebagai tekanan, penghambat, ataupun pengunci perempuan untuk bisa "luwes" dibidang lain. Karena perempuan yang cerdas, isteri yang cerdas, dan ibu yang cerdas adalah seorang yang mampu memanagement semua tatanan kehidupan lahir dan batin secara APIK yang tentunya dengan intensitas seorang pendamping yang APIK pula dalam bekerjasama membangun kesemuanya itu. 

Pernah mendengar atau terbesit bahwa wanita adalah "Ratunya Rumah Tangga". Benar memang, mengapa..? Karena  menurut mutaffaqun alaihi dijabarkan bahwa  “Dan wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.". Atau pernah terpikirkan  mengenai ungkapan "Wanita Baja"...? Ya', ungkapan itu adalah salah satu ungkapan yang diserukan oleh kaum FEMINIS untuk memberitahukan dan membuktikan bahwa wanita juga memiliki kekuatan dalam menghadapi segala rintangan duniawi. Fakta kecil dalam tatanan sosial adalah ketika ada seorang wanita menjadi sopir kendaraan umum busway misalnya, bukanlah pemandangan yang aneh. Jangan heran juga jika ada ibu-ibu mengayuh becak di sekitar anda. Pekerjaan-pekerjaan berat (baca: pekerjaan lelaki) tersebut tidak canggung dilakoni oleh wanita saat ini. Kebutuhan ekonomi yang mendesak dan ide pemberdayaan ekonomi wanita yang didengung-dengungkan oleh kaum feminis telah menyihir wanita-wanita Indonesia untuk terjun langsung di sektor ekonomi.

 Ada banyak kasus yang menimpa dalam tatanan sosial yang mengakibatkan gejolak-gejolak negatif "menghajar" rumah tangga atau lingkungan keluarga menjadi pupus. Salah satunya mengenai tingkat ekonomi yang tidak mencukupi. Hal ini memang kerap terjadi dalam FASE berumah tangga, namun TIDAK SEDIKIT pula penyimpangan ekonomi juga dilanda oleh para kaum remaja puteri dibawah umur yang memang harus berkewajiban membiayai segala keperluan keluarganya. Tidak jadi sebuah masalah memang jika seorang wanita ikut memberikan kontribusi yang luar biasa dalam segi finansial. Banyak perihal juga yang patut dibanggakan dalam prestasi itu, baik dalam kondisi remaja, dewasa, isteri, maupun seorang ibu. Keadaan yang BENAR akan peran dan serta fungsi dalam segi pencarian pembiayaan yang mendukung  bagi perempuan jika semua perempuan bisa menjadikan aspek ekonomi sebagai pemberdayaan positif menghasilkan keuntungan. Hal tersebut juga didukung oleh Instruksi Presiden RI No.9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional Tanggal 19 Desember 2000 yang menyebutkan "Dengan dalih pemberdayaan ekonomi perempuan tidak hanya akan memberi keuntungan, tetapi juga memberi solusi dari persoalan keluarga termasuk masalah perekonomian negara, maka dicanangkanlah program pemberdayaan perempuan".

Saya tidak akan membahas panjang tentang Instruksi Presiden mengenai pemberdayaan perempuan, namun yang akan saya bahas lebih detail adalah stigma-stigma yang bermunculan pada  wanita. Saya ingin berbagi cerita bahwasannya setiap wanita memiliki HAK untuk dilindungi, dijaga, dan diberikan kompensasi penuh akan keamanan  dari segala bentuk eksploitasi. Ada sebuah KEBERUNTUNGAN yang muncul dari sebagian perempuan dalam ikut serta  Berawal saya ingin mengambil fenomena miris ketika saya membaca sebuah informasi di salah satu media online. Berikut kutipannya:

"Modus yang dilakukan komplotan itu, awalnya para korban di tawari oleh tersangka untuk bekerja di sebuah kafe dengan fasilitas menggiurkan. Namun, sesampainya di Palembang, para korban dijadikan PSK, dengan bayaran Rp150 ribu sekali melayani lelaki hidung belang. "Selama di Palembang, para korban tidak boleh berkomunikasi dengan keluarganya dan ditakut-takuti dengan menggunakan senjata api.
Jajaran Reskrim Polres Bogor Kota Bogor, Jawa Barat mengungkap perdagangan manusia antar pulau Jawa dan Sumatera. Para korban, sebanyak 16 orang perempuan, ikut diamankan di Polres Bogor Kota Bogor. Salah satu dari mereka diketahui sedang hamil lima bulan.
Polisi juga menangkap sembilan tersangka komplotan penjual pada ABG, termasuk pemilik kafe, penyandang dana, dan mereka yang bertugas mencari korban.  Para korban yang dijadikan pekerja seks komersial kebanyakan masih berusia belasan tahun alias anak baru gede (ABG). Salah satunya M yang asli Bogor, ia baru berusia 17 tahun."

Dari ketiga paragraf diatas singkat cerita timbulnya sebuah kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa tentang adanya eksploitasi perempuan untuk mendatangkan sebuah keuntungan bagi si-Pelakunya. Yup, saya menyebut kasus ini sebagai sebuah MARGINALISASI dalam tatanan hak seorang perempuan yang dirampas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Marginalisasi adalah usaha membatasi atau pembatasan yang dilakukan oleh sebagian kelompok. Adapun pendapat lain dari Mansour Fakih, dalam bukunya yang berjudul Analis Gender & Transformasi mengatakan bahwa proses marginalisasi, yang mengakibatkan kemiskinan, sesungguhnya banyak disebabkan oleh banyak berbagai kejadian, misalnya penggusuran, bencana alam atau eksploitasi, namun salah satu bentuk pemiskinan pemiskinan atas satu jenis kelamin tertentu dalam hal ini perempuan yang disebabkan oleh gender.

Menyambung tanggapan dari paragraf kasus berita tersebut, sudah jelas adanya sebuah proses tindak-tanduk pelaku yang diawal melakukan "iming-iming" menggiurkan dan bersifat memberikan pekerjaan yang Legal, yaitu sebuah kafe. Dan jelas dari keadaan dan kondisi  para target yang tak lain adalah para remaja belia dibawah umur dengan siklus kehidupan yang dirasa saat itu sangat kurang, tanpa berfikir panjang merekapun langsung mengiakan ajakan "Luar Biasa" tersebut. Dan sesampainya pada realitas sebenarnya, mereka dihadapkan pada sebuah pilihan mutlak yaitu dijadikan sebagai
"pekerja seks komersial". Tanpa daya dan upaya, merekapun tidak bisa berbuat apa-apa. Ironis memang, hal ini sudah masuk kedalam kategori Marginalisasi perempuan dengan tindakan eksploitasi seks yang berujung pada pemanfataan kemiskinan, kemudian dengan keterbatasan fisik dan pikiran yang diimiliki oleh mereka (Para korban, remaja), menjadikan mereka berada dalam posisi "gender-related violence", yaitu timbulnya sebuah kekerasan yang disebabkan dengan berbedaan gender tadi. Kekerasan gender disini disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang terjadi antara laki-laki dengan perempuan. Alhasil, mereka para korban juga tidak bisa melawan maksimal dari segi kekuatan fisik. Karena pada dasarnya kekerasan gender yang dilakukan yaitu sebuah perkosaan  yang dilakukan dengan paksaan untuk mendapatkan pelayanan seksual tanpa kerelaan yang bersangkutan. Ketidakrelaan inipun juga seringkali tidak bisa terekspresikan, disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya ketakutan, malu, keterpaksaan baik ekonomi, sosial maupun kultur, dan tidak ada pilihan lain.


"Para korban yang dijadikan pekerja seks komersial kebanyakan masih berusia belasan tahun alias anak baru gede (ABG)". Perlu diberitahukan kepada masyarakat akan beberapa definisi kekerasan agar masyarakat bisa "sadar" betul seperti apa kategori kekerasan disini. Berdasarkan petikan paragraf diawal, itu adalah salah satu bentuk kejahatan berspesifik pelecehan seksual. Mengapa demikian, karena terlintas secara abstrak dan akhirnya terkonsepkan secara nyata hal tersebut termasuk kategori meminta imbalan seksual dalam rangka janji untuk mendapatkan kerja atau untuk mendapatkan promosi atau janji-janji lainnya.


Itu sekilas analisis mini tentang realitas kebanyakan yang tertampil dalam kehidupan disekeliling kita. Kita sebagai kaum wanita harus sadar betul akan menjaga maksimal diri kita dan sadar betul akan bentuk-bentuk apa saja yang dikategorikan sebagai tindak kekerasan. Yang terpenting back-up kan diri kita dengan kualitas diri yang kokoh. Dan bila nilai kesetaraan ini diikuti sikap adil terhadap diri dan orang lain, lelaki dan perempuan, akan mengantarkan mereka, secara individu dan sosial menjadi bertakwa. Mereka terpelihara dari hal-hal yang negatif seperti tindakan diskriminatif dan ketidakadilan. Allah menegaskan pentingnya sikap adil sebagai jalan takwa, “I’dilu huwa aqrabu lit-taqwa”, (Bersikap adillah kamu. Adil itu paling dekat kepada takwa, QS. Al-Maidah: 8).

WaWa
0 Responses