Hilangkan Pamrih & Tingkatkan Memberi dari Hati
Bismillahirahmanirrahim....
Niat Memberi bisa mendapatkan hasil kembali yang jauh lebih dari itu. Jauhan, Hilangkan dan segera kubur dalam-dalam rangkaian kalimat/ niat itu. ”Memberi” maka engkau akan “diberi”, begitulah yang seharusnya. Kita diminta untuk aktif dan bukan menunggu. Memberi bukan selalu harus berbentuk uang dan materi, bisa saja berupa waktu, perhatian, ketulusan, kasih sayang dll. Pointnya jangan berharap semua itu orang lain yang berikan dahulu pada kita baru kita balas, berinisiatiflah utk menjadi orang yang melakukan segala hal baik yang bisa kita lakukan.
Walaupun demikian, kita bisa meneladani sifat mulia itu sebatas kemampuan kita sebagai makhlukNya. Dalam hal ini kita bisa meminimalkan harapan atau pamrih kita, paling tidak, ketika kita memberikan sesuatu, janganlah kita berharap mendapatkan imbalan yang berlebihan, yang demikian itu disebut riba, sebagaimana firmanNya:
“Apa yang kamu berikan dari riba supaya bertambah banyak harta manusia, maka tidaklah bertambah banyak di sisi Allah”. (QS. Ar-Ruum: 39)"
Keagungan dan kebesaranNya tak berkurang sedikitpun juga jika sekiranya semua manusia ingkar kepadaNya. Demikian juga sebaliknya, kewibawaan dan kemuliaanNya tak bertambah sedikitpun juga jika sekirinya semua manusia tunduk patuh kepadaNya. Dia tak membutuhkan ucapan terima kasih, tak juga tepuk tangan atas semua kebaikanNya.
Tak sekadar bebas dari pamrih, Dia juga senantiasa memenuhi kebutuhan makhlukNya tanpa diminta. Dia memberikan udara segar setiap hari walaupun kebanyakan manusia tidak memintanya. Dia juga menurunkan hujan, walaupun manusia tidak berdoa untuknya. Sinar matahari dicurahkan setiap hari, walaupun banyak manusia tidak menyadarinya. Siapakah yang menyediakan air, udara, dan energi? Tanpa diminta, Allah telah menyiapkannya.
Hanya Dia yang pantas menyandang nama Al-Wahhab, sebab semua manusia senantiasa mengharapkan imbalan ketika bekerja, apalagi ketika memberi sesuatu kepada sesamanya. Ada tujuan yang ingin diraih di balik kerja kerasnya, baik yang bersifat materi maupun yang berbentuk spiritual, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi.
Dalam prakteknya, kita boleh saja menanti ucapan terimakasih dari orang yang kita beri, tapi mengabaikannya jauh lebih mulia dan derajatnya lebih tinggi, sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih”.
(QS. Al-Insaan: 9)
Niat Memberi bisa mendapatkan hasil kembali yang jauh lebih dari itu. Jauhan, Hilangkan dan segera kubur dalam-dalam rangkaian kalimat/ niat itu. ”Memberi” maka engkau akan “diberi”, begitulah yang seharusnya. Kita diminta untuk aktif dan bukan menunggu. Memberi bukan selalu harus berbentuk uang dan materi, bisa saja berupa waktu, perhatian, ketulusan, kasih sayang dll. Pointnya jangan berharap semua itu orang lain yang berikan dahulu pada kita baru kita balas, berinisiatiflah utk menjadi orang yang melakukan segala hal baik yang bisa kita lakukan.
Walaupun demikian, kita bisa meneladani sifat mulia itu sebatas kemampuan kita sebagai makhlukNya. Dalam hal ini kita bisa meminimalkan harapan atau pamrih kita, paling tidak, ketika kita memberikan sesuatu, janganlah kita berharap mendapatkan imbalan yang berlebihan, yang demikian itu disebut riba, sebagaimana firmanNya:
“Apa yang kamu berikan dari riba supaya bertambah banyak harta manusia, maka tidaklah bertambah banyak di sisi Allah”. (QS. Ar-Ruum: 39)"
Keagungan dan kebesaranNya tak berkurang sedikitpun juga jika sekiranya semua manusia ingkar kepadaNya. Demikian juga sebaliknya, kewibawaan dan kemuliaanNya tak bertambah sedikitpun juga jika sekirinya semua manusia tunduk patuh kepadaNya. Dia tak membutuhkan ucapan terima kasih, tak juga tepuk tangan atas semua kebaikanNya.
Tak sekadar bebas dari pamrih, Dia juga senantiasa memenuhi kebutuhan makhlukNya tanpa diminta. Dia memberikan udara segar setiap hari walaupun kebanyakan manusia tidak memintanya. Dia juga menurunkan hujan, walaupun manusia tidak berdoa untuknya. Sinar matahari dicurahkan setiap hari, walaupun banyak manusia tidak menyadarinya. Siapakah yang menyediakan air, udara, dan energi? Tanpa diminta, Allah telah menyiapkannya.
Hanya Dia yang pantas menyandang nama Al-Wahhab, sebab semua manusia senantiasa mengharapkan imbalan ketika bekerja, apalagi ketika memberi sesuatu kepada sesamanya. Ada tujuan yang ingin diraih di balik kerja kerasnya, baik yang bersifat materi maupun yang berbentuk spiritual, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi.
Dalam prakteknya, kita boleh saja menanti ucapan terimakasih dari orang yang kita beri, tapi mengabaikannya jauh lebih mulia dan derajatnya lebih tinggi, sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih”.
(QS. Al-Insaan: 9)
Nilai-nilai yang tercermin dari Al-Wahhab sangat penting
diterapkan oleh para pemimpin. Setiap pemimpin haruslah memiliki sifat
pemurah, suka memberi kepada bawahannya. Seorang pemimpin yang pelit
pasti tidak disukai anak buahnya. Sebaliknya, pemimpin yang murah hati
dan suka memberi pasti mendapatkan simpati, disukai, dan dicintai
rakyatnya.
Lebih dari itu, pemimpin yang baik tidak akan memberikan sesuatu
kecuali mengharapkan kebaikan dari pemberiannya. Ia tidak memberi asal
memberi. Setiap pemberiannya bernilai motivasi, lebih memilih memberikan
kail daripada umpannya.
Allahu 'Alam Bishowaf ^_^